“Doorr!!” Riana mengagetkan Jessica
yang sedang tersenyum-senyum di jendela kamarnya.
Jessica langsung melompat dan
menengok, terkejut akan kedatangan sahabatnya ini yang tiba-tiba. “Lho? Ri? Kok
tiba-tiba banget sih?”
“Tiba-tiba apanya? Orang gue udah sms
lo tapi gak lo bales, ya jadinya gue ke rumah lo aja deh.” Riana duduk di
samping Jessica. “Ca, kok lo tadi senyum-senyum gitu sih?”
“Eh? Gak apa-apa… hehehe.”
Riana mengangkat satu alisnya.
Akhirnya ia ingat bahwa hari ini, Jessica sehabis diantar pulang oleh Akbar.
Jessica, sahabat Riana yang telah
Riana kenal selama bertahun-tahun. mereka bersahabat sejak kelas 5 SD sampai
sekarang mereka sudah kelas 3 SMA. Jessica dan Riana selalu satu sekolah
semenjak lulus SD, mereka tau seluk beluk kehidupan Riana atau Jessica.
Kembali ke masalah tadi. Akbar adalah
kekasih Jessica. Mereka telah menjalin hubungan sejak tahun lalu, sebentar lagi
hubungan mereka akan menginjak satu tahun. Satu masalah, mereka pacaran beda
keyakinan. Akbar beragama islam, tapi Jessica non muslim.
Akbar adalah seorang muslim yang
patuh. Setiap adzan berkumandang, ia selalu berhenti melakukan aktivitasnya dan
pergi sholat. Dia juga anak ekskul rohis. Pokoknya keagamaannya patut diberi
acungan dua jempol. Jessica pun juga begitu, ia taat pada agamanya. Tak pernah
absent beribadah ke gereja.
Riana heran, kenapa dua sejoli berbeda
keyakinan ini sangat awet sampai mereka sudah berpacaran hampir setahun ini.
pasangan yang satu keyakinan saja malah berhubungan seumur jagung. Aneh.
“Ca, kok lo tahan sih sama dia? Kalian
kan beda
agama.” tanya Riana.
“Gak tau. Gue betah aja. Lagian dia
baik, sih.”
“Ntar kalo sampe lo gede lo masih
pacaran sama dia, terus dia ngelamat lo gimana?”
“Apaan sih Ri? Gue kan masih kelas 3 SMA. Masuk semester dua
juga belom. Udah mikirin masa depan aja.”
“Justru itu Ca, gue sebagai sahabat lo
ngingetin. Karena kita bentar lagi bakalan lulus SMA. Kita bukan anak SMP
lagi yang masih labil karena masih
abege. Kita udah dewasa. Oke?”
“Udahlah
Ri , gue gak mau bahas masalah ini
lagi.”
Riana hanya menghela napas melihat
kelakuan sahabatnya ini. sahabatnya satu ini memang tak pernah mau berpikir ke
depan. Bagaimana kalau nanti Jessica sendiri yang akan terluka karena Akbar?
Bukan karena Akbarnya, tapi karena perbedaan keyakinan mereka yang bisa-bisa
membuat mereka berpisah. Akbar adalah pacar pertama Jessica selama hidup,
begitu pun sebaliknya. Kalau mereka berdua terluka karena cinta pertama, pasti
akan lebih susah lagi.
Esoknya…
“Pagi Ca!” sapa Akbar saat Jessica dan Riana
sedang melewati kelas Akbar. Kebetulan, Akbar sedang berada di depan kelasnya
itu.
Jessica tersenyum, “Pagi juga Bar.”
Akbar tersenyum-senyum melihat
kekasihnya yang sekarang sedang menuruni anak tangga bersama Riana. Biar sudah
hampir setahun mereka berhubungan, Akbar tak pernah bosan dengannya. Dan Akbar
sendiri sangat menyayangi Jessica.
“Bar!” seseorang merangkul pundak
Akbar dari belakang, ternyata dia Daniel sahabatnya.
“Eh elo Dan! Ada apa?”
“Gak apa-apa. Hari Minggu mau ikut gue
nggak?”
“Kemana?”
“Jalan aja. Gue boring pasti tuh di
rumah. Tapi abis gue pulang gereja ya. Hehehe.”
“Ya udah ayo deh.”
“Gue juga udah ajak Riana sama
Jessica.”
“Sip deh.”
Kadang Akbar bingung sendiri. Kenapa
di SMA-nya yang sekarang ia dikelilingi oleh orang-orang yang beda keyakinan
dengannya? Seperti Jessica, atau Daniel, atau Riana. Bahkan Akbar lebih dekat
ke mereka daripada teman-teman satu ekskulnya dulu.
Biasanya di sekolah negeri, mayoritas
murid-muridnya kebanyakan beragama muslim. Tapi ternyata di angkatan Akbar,
murid beragama non muslim bisa terhitung sampai delapan orang!
Tak seperti dulu, sewaktu Akbar masih
SMP. Dari kelas tujuh sampai kelas sembilan, ia tak pernah sekelas dengan anak
beragama non muslim. Bahkan di angkatannya dulu sewaktu SMP, yang beragama non
muslim cuma dua orang. Sekarang? Duh… Tapi walaupun begitu, Akbar menyayangi
Daniel dan Riana selaku sahabatnya dan juga Jessica selaku kekasihnya.
Akbar suka memikirkan masa depannya
nanti, ia sangat menyayangi Jessica, terlihat Jessica pun begitu. Bagaimana kah
masa depannya nanti? Apa ia harus berpisah dengan Jessica?
Hari minggu…
Akbar memarkir motornya di depan gereja.
Menunggu ketiga orang-orang yang disayanginya keluar. Kebetulan, Daniel,
Jessica, dan Riana satu gereja. Akbar melirik jam tangannya. Sudah jam 11:15,
sebentar lagi mereka keluar, pikir Akbar sambil menyumbat telinganya dengan
earphone.
“Eh Akbar udah sampe belom ya?” tanya
Daniel begitu ibadah selesai pada Riana dan Jessica.
“Udah kali. Telepon aja Dan.” Suruh
Jessica sambil mengambil tasnya.
Daniel berjalan keluar gereja tanpa
memperhatikan sekitar. Lalu ia memencet tombol hijau untuk menghubungi Akbar.
“Halo? Bar, lo dimana?”
“Di belakang lo Dan.”
Daniel langsung menoleh dan melihat
Akbar yang tersenyum geli diatas motornya serta Riana dan Jessica yang tertawa
disamping Akbar. Daniel langsung menghampiri mereka dan menatap mereka dengan
geram. Riana pura-pura kabur sedangkan Jessica bersembunyi dibalik tubuh Akbar.
Pagi itu, suasana di depan gereja ramai sekali karena keempat anak itu. Tak
beberapa lama setelah keramaian itu, mereka pergi ke mall.
Saat jam sudah menunjukkan pukul 12:00
tengah hari, Akbar pergi sebentar ke mushola untuk sholat dzuhur. Jessica,
Daniel, dan Riana yang sedang ada di gramedia mengiyakan.
Baru beberapa lama Akbar pergi ke
mushola, tiba-tiba Jessica merasa ingin buang air kecil. Lalu ia pergi ke
toilet. Setelah menyampaikan hajatnya itu, ia keluar dan berjalan perlahan.
Kemudian ia melewati mushola, dilihatnya beberapa orang yang sedang memakai
sepatunya, sepertinya sudah selesai sholat.
“Mbak, gak sholat?” tanya seorang
satpam pada Jessica yang sedang memperhatikan orang-orang itu.
“Eh… emm… nggak pak…” jawab Jessica,
berusaha tidak terlihat gugup.
“Kenapa? Lagi datang bulan ya?” tanya
satpam itu lagi.
“I… Iya…” Jessica mengiyakan saja kata
satpam itu.
Tak beberapa lama, Akbar keluar dari
situ sambil mengambil sepatu ketsnya. Tak disadarinya keberadaan Jessica,
sampai saat ia mengikat tali sepatu, ia melihat sepatu Jessica di hadapannya.
“Eh? Ca? ngapain disini?” tanya Akbar.
“Gak ngapa-ngapain. Tadi abis dari
toilet. Udah belom?”
“Udah. Ayo.” Akbar berdiri dan
berjalan mengiringi Jessica.
Saat mereka berbelok, dan akan
memasuki gramedia, Jessica dan Akbar hampir menabrak Riana dan Daniel. Ternyata
mereka ingin keluar.
“Makan yuk, laper gue.”
“Ayo.” Akbar menyetujui.
Akhirnya mereka berempat berjalan
keluar dari mall, lalu masuk ke warung makan terdekat. Beginilah mereka tiap
kali sedang jalan ke mall. Ke mall paling cuma ke gramedia dan game zone.
Makannya ya bukan didalam mall-nya. Tapi diluar, seperti di warteg, warung nasi
padang , atau
warung bakso. Akbar yang mengajari semua ini pada Riana, Daniel, dan Jessica.
Tak terasa, waktu telah berlalu. Jam
sudah menunjukkan pukul tiga sore dan mereka memutuskan untuk pulang. Daniel
dan Riana, naik mobil sedangkan Jessica dan Akbar naik motor di belakang mobil
Daniel. Tadinya, Akbar menyuruh Jessica naik mobil Daniel karena cuaca sedang
panas-panasnya, tapi Jessica tidak mau, ia lebih memilih dengan Akbar.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah
empat dan sudah menunjukkan waktu azhar. Akbar mengajak Jessica untuk pergi ke
mesjid terdekat, karena ia ingin melaksanakan kewajibannya.
Mereka berhenti di mesjid yang
terlihat sangat rindang. Banyak pohon besar disekitar tempat parkir. Akbar
memarkir tepat dibawah pohon, supaya Jessica tidak kepanasan.
“Bentar dulu ya.” Akbar melambaikan
tangannya.
“Iya Bar.” Jessica balas melambaikan
tangan sambil duduk diatas motor Akbar.
Beberapa menit berlalu, akhirnya Akbar
keluar dan mengajak Jessica pulang. Mereka bercanda-canda sepanjang jalan tanpa
tahu sebenarnya tadi saat mereka keluar dari mesjid, Mama Jessica melihatnya.
Sesampainya Jessica di rumah, ternyata
Mamanya sudah pulang karena terlihat ada mobil putih terparkir di halaman. Tapi
ini baru jam empat, masa cepat sekali?
Jessica masuk ke rumah dan melihat
Mamanya yang sedang duduk di sofa ruang tamu, masih memakai baju kerjanya.
Mamanya tak seperti biasanya, biasanya saat Jessica pulang Mamanya akan
menyapanya. Tapi sekarang, wanita yang melahirkannya itu sedang duduk diam
sambil menunduk.
“Ma?”
“Jessica, kita perlu bicara.”
Jessica terkesiap. Keadaan rumah
sangat sepi. Jarang sekali Mamanya seperti ini. Biasanya kalau ada masalah,
Mamanya akan mengajaknya bicara sambil bercanda. Tapi sekarang? Jessica
menghela napas dan duduk di sebelah Mamanya.
“Kamu abis dari mana?”
“Dari jalan-jalan sama Daniel, Riana,
Akbar.”
Kali ini Mama menatap Jessica
dalam-dalam. “Kamu ada hubungan apa sama Akbar?”
Jessica menelan ludahnya. Mampus deh, ketauan. Katanya dalam hati.
“Kamu ada hubungan apa sama Akbar,
Ca?” Mama mengulang pertanyaannya, menunggu jawaban Jessica.
“Nggak Ma, nggak ada apa-apa.” Jessica
berbohong.
“Kamu pacaran kan sama dia? Mama perhatiin di sekolah kamu
juga berduaan terus sama dia. Ya kan
kamu pacaran sama dia?”
Jessica diam, bingung mau menjawab apa
“Ca, kalian tuh beda agama. Keluarga
kamu sama dia berbeda. Kalian gak mungkin bersama selamanya. Suatu saat kalian
harus pisah. Gak mungkin kan
Akbar pindah ke agama kamu? Keliatan kok, Akbar tuh agamanya kuat. Kalian gak
boleh bersama.”
“Tapi, tapi… Jessica sayang banget
sama Akbar. Jessica gak mau pisah sama Akbar.” Jessica angkat bicara.
“Kalian udah berapa lama pacaran?”
“Se… Setahun.”
“Putusin dia, Ca. Kamu gak mungkin mau
ngerasain sakit yang lebih mendalem karena gak direstuin kan ? Mendingan kamu sakit sekarang, daripada
nanti-nantinya lagi. Kalo pas udah dewasa kalian masih pacaran terus sama-sama
cinta? Susah kan ?
Mama gak mau kamu jadi stress karena ini Ca, mending dari sekarang kamu ngerasa
sakitnya kayak apa.”
“Iya Ma…” jawab Jessica, lalu ia pergi
menuju kamarnya.
Didalam kamar, Jessica menangis. Benar
kata Riana sebelumnya. Seharusnya ia mendengarkan Riana, bukan menyepelekan
masalah ini. ia tak mau merasakan sakit saat besar nanti karena perbedaannya
dengan Akbar. Tapi ia juga tak mau kehilangan Akbar. Seharusnya dari awal ia
berpikir panjang sebelum menerima saat Akbar menyatakan cintanya padanya.
Berkilo-kilo meter dari sana , terdapat Akbar yang
sedang duduk diam di kamarnya. Memperhatikan adiknya yang tidur sekamar
dengannya walau beda tempat tidur. Pikirannya melayang. Melayang ke Jessica.
Sedang apakah ia sekarang? Apakah sedang dimarahi? Akbar ingat, saat keluar
mesjid ia sempat melihat mobil Mamanya Jessica di belakang. Mungkin sekarang
sudah ketahuan kalau Akbar dan Jessica sedang menjalin hubungan lebih dari
teman atau sahabat.
Akbar bangkit dari duduknya dan menuju
ruang tengah. Dilihatnya Ibu yang sedang duduk sambil menonton televisi.
“Bu?” panggil Akbar.
“Eh? Bar? Kenapa?”
Akbar mengambil tempat duduk disamping
Ibunya. “Bu, Akbar mau nanya deh.”
“Nanya apa?”
“Emangnya kalo orang pacaran beda
agama nggak boleh ya, Bu?”
“Ya iyalah kan dilarang sama Allah. Kamu kan tau sendiri, masa
masih nanya?”
“Iya sih… Tapi kalo misalnya orang
pacaran beda agama, cuma udah lama terus sama-sama sayang gimana?”
“Ya mereka mesti pisah. Gak mungkin
mereka nikah nantinya, kasihan kan
anaknya mau agama apa? Emang kenapa Bar? Kamu pacaran beda agama?” Ibu mulai
menyelidiki.
“Eh? Nggak Bu, nggak. Orang Akbar cuma
nanya doang. Udah ya Bu, Akbar mau mandi.” Akbar mengalihkan, lalu pergi.
Di sekolah, Jessica mulai menjaga
jarak dengan Akbar. Jessica terpaksa melakukan itu, walau hatinya masih sangat
menyayangi Akbar. Itu semua karena saran Mama. Mama bilang, tidak apa-apa
Jessica belum mau putus, tapi setidaknya mereka menjaga jarak.
Akbar pun merasakan Jessica yang
menjauh dan berbeda. Dia sudah menduga Mama Jessica lah yang menyuruh. Pernah
karena sudah begitu lama Jessica menjauh, Akbar menangis. Tangisnya yang
pertama untuk kekasihnya itu, untuk hubungannya yang menggantung.
Bukan cuma Akbar lah yang menangis.
Begitu pun Jessica. Hampir tiap hari Jessica menangis. Ternyata lebih susah
menjauh seperti ini. Akbar malah makin mengendap di pikirannya.
Sudah berbulan-bulan kemudian Jessica
masih menjaga jarak dengan Akbar. Tapi tak keluar kata “putus” dari mulut
masing-masing. Hubungan mereka menggantung tanpa tahu apa yang akan terjadi
besok, besoknya lagi, dan besoknya lagi…
Suatu hari di bulan Februari, Akbar
mengajak Jessica ke taman belakang sekolah. Mereka perlu bicara.
“Ca, kamu kenapa?” tanya Akbar.
“Gak apa-apa, Bar.”
“Kamu beberapa bulan ini ngejauh. Kamu
pengen putus?” rasanya sangat susah Akbar mengeluarkan kalimat ini.
Jessica diam dan menunduk menatap
sepatunya.
“Kamu kenapa Ca? jawab.”
“Aku… aku gak apa-apa.”
“Kamu pengen putus?”
“Ng… nggak Bar.”
“Kenapa kamu jauhin aku?”
“Sebentar lagi kita mau ujian Bar,
maaf. Makanya aku jauhin kamu.” Jawab Jessica tentu saja berbohong.
Akbar tahu Jessica berbohong. Terlihat
dari matanya. “Oke, aku ngerti.” Akbar lalu meninggalkan Jessica sendirian.
Sikap Akbar sangat dingin. Jessica
sakit hati melihat sikapnya yang seperti itu, tapi itu pantas karena Jessica
malah lebih menyakiti Akbar. Bagaimana selanjutnya hubungan ini?
##
Beberapa waktu telah berlalu. Saat
ini, angkatan Jessica sedang dalam perjalanan ke Jogja. Perpisahan sedang
berjalan saat ini. Jessica satu bis dengan kelas Akbar, malah kursi mereka
berseberangan. Hal ini membuat Jessica tak enak hati. Hubungan mereka masih
berjalan, tapi mereka masih diam-diaman seperti tak kenal.
Jessica duduk di dekat jendela bis
dengan Riana. Sedangkan Akbar duduk di pinggir, bukan dekat jendela bis. Akbar
duduk dengan Daniel.
Di bis, Riana bercanda-canda dengan
Daniel dan Akbar. Tapi tidak dengan Jessica. Sedari tadi, Jessica hanya diam
sambil menatap keluar bis. Riana membiarkan sahabatnya seperti itu, karena ia
tahu apa yang sedang ada didalam benak Jessica.
Jessica bingung. Sebentar lagi ia akan
berpisah selamanya dengan Akbar. Tak mungkin hubungan tak jelas ini berlanjut
terus. Mereka harus berpisah, mengakhiri hubungan ini. Jessica ingin menangis.
Ia masih sangat menyayangi Akbar. Tapi harusnya hubungan ini tak boleh
dijalankan. Hubungan ini harus berhenti. Berhenti, dan tak akan berlanjut lagi.
Kerlipan lampu-lampu di Jogja sama
sekali tak menghibur Jessica saat mereka sampai. Jessica hanya diam di balkon
hotel sambil memandang dengan kosong. Pikirannya melayang tak tentu arah.
Akbar yang baru selesai menjalankan
sholat isya, berhenti saat melihat Jessica yang sedang melamun. Di helanya
napas, memikirkan kekasihnya yang juga masih disayanginya.
Hari kedua di Jogja, diisi dengan
jalan-jalan. Membuat Jessica mulai tersenyum karena teman-temannya. Hari ketiga
di Jogja, sama seperti hari kedua. Tapi bisa membuat Jessica tertawa lepas
seperti dulu. Akbar yang memperhatikan hal itu pun tersenyum, bahagia melihat
Jessica yang bisa tertawa lagi, tak murung seperti dulu.
Tapi, saat malam terakhirnya berada di
Jogja, tak seperti siang. Jessica menangis. Menangis diam di kamar hotelnya. Ia
pura-pura tidur, tapi sebenarnya ia menangis dalam diam. Begitu sakit
perasaannya sekarang.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Jessica mengambil hand phone nya dan mengirim pesan singkat pada Akbar.
Tekatnya sudah bulat sekarang.
“Lagi
apa? Belom tidur kan ?
Temuin aku d balkon utma.” Begitu isi pesannya, lalu setelah pesan itu
terkirim Jessica bangkit dan berjalan menuju balkon utama hotel.
Ternyata Akbar sudah ada disitu.
Tumben sekali, balkon ini tak seramai kemarin. Cuma terdapat Akbar dan Jessica
disitu. Jessica menghampiri Akbar dan berdiri di sampingnya, menatap
pemandangan malam Jogja.
“Ada
apa?” tanya Akbar.
Jessica
terdiam, angin membuat rambutnya berkibas. Dan juga membuat air matanya menetes
lagi.
“Kenapa, Ca?”
“Bar… kita…”
“Apa?”
“Kita… kita harus putus Bar, maaf.”
Jessica memalingkan mukanya saat mengucapkan kalimat satu ini.
Akbar mengerutkan alisnya, “Kenapa?!”
tanyanya memprotes.
“Kita… kita nggak mungkin ngejalanin
hubungan ini terus Bar. Kita harus pisah. Kita berbeda.” Air mata Jessica
mengalir.
“Tapi… cinta kan nggak mandang dari segi apa pun, Ca.”
“Iya… aku tau. Tapi kita nggak mungkin
direstuin Bar. Kita gak boleh bersama. Walau kita sama-sama cinta banget, cinta
kita gak akan bisa bersama. Maaf Bar, tapi… aku gak mau kita sama-sama
ngerasain sakit yang lebih dalem daripada ini. Lebih baik kita akhiri semua
hubungan ini.”
Akbar terdiam, lalu menunduk.
“Aku gak mungkin ninggalin keyakinan
aku, Bar. Begitu pun kamu.”
Akbar menunduk lebih dalam, terdengar
suara isakkan yang sangat pelan. Tapi cukup bisa di dengar Jessica. Sepertinya
Akbar menangis. Mungkin perasaannya sangat sakit sekarang, sama seperti
perasaan Jessica.
“Dan nggak mungkin, hubungan yang
ngegantung ini bakal terus berlanjut sampai nanti-nantinya. Aku nggak mau kamu
ngerasain sakit yang lebih. Kita sama-sama sakit.”
Akbar menatap Jessica dalam-dalam.
“Maaf ya, sebentar lagi kita gak akan
ketemu lagi selamanya. Aku mau kuliah di luar. Nggak disini lagi. Maaf sejuta
maaf, tolong lupain aku…” Jessica tersenyum pahit pada Akbar, lalu hendak
berjalan pergi.
“Ca…”
“Kamu bisa… Lupain aku, please…” mohon
Jessica, lalu ia berlari meninggalkan tempat itu.
Jessica menuju toilet dan mencuci
mukanya. Berusaha menyembunyikan matanya yang sembap. Tapi tetap saja, tak
bisa. Ia akhirnya berjalan menuju kamar, dan memutuskan untuk tidur.
Saat rombongan sekolah Jessica sampai
kembali ke Jakarta ,
Jessica buru-buru turun dari bis. Sedari tadi Akbar mengajaknya bicara, tapi
Jessica bungkam. Saat ini, Akbar sedang memanggil-manggil dirinya.
“Ca! ca! tunggu dong!” panggil Akbar
saat mereka sudah turun dari bis.
Jessica tetap berjalan, tapi langkah
Akbar yang besar-besar mampu mengejar Jessica. Dicekalnya tangan Jessica.
“Apa sih?!”
“Thanks, Ca. udah jadi yang terbaik
buat aku…”
Jessica terenyuh. Ditatapnya cowok
yang sangat disayanginya ini, lalu dilepaskannya cekalan cowok itu. Jessica
menghela napas dan ia mengucapkan satu kalimat terakhirnya.
“Sorry, and Goodbye…”
No comments:
Post a Comment