Saturday, April 6, 2013

Sorry and Goodbye


          “Doorr!!” Riana mengagetkan Jessica yang sedang tersenyum-senyum di jendela kamarnya.
          Jessica langsung melompat dan menengok, terkejut akan kedatangan sahabatnya ini yang tiba-tiba. “Lho? Ri? Kok tiba-tiba banget sih?”
          “Tiba-tiba apanya? Orang gue udah sms lo tapi gak lo bales, ya jadinya gue ke rumah lo aja deh.” Riana duduk di samping Jessica. “Ca, kok lo tadi senyum-senyum gitu sih?”
          “Eh? Gak apa-apa… hehehe.”
          Riana mengangkat satu alisnya. Akhirnya ia ingat bahwa hari ini, Jessica sehabis diantar pulang oleh Akbar.
          Jessica, sahabat Riana yang telah Riana kenal selama bertahun-tahun. mereka bersahabat sejak kelas 5 SD sampai sekarang mereka sudah kelas 3 SMA. Jessica dan Riana selalu satu sekolah semenjak lulus SD, mereka tau seluk beluk kehidupan Riana atau Jessica.
          Kembali ke masalah tadi. Akbar adalah kekasih Jessica. Mereka telah menjalin hubungan sejak tahun lalu, sebentar lagi hubungan mereka akan menginjak satu tahun. Satu masalah, mereka pacaran beda keyakinan. Akbar beragama islam, tapi Jessica non muslim.
          Akbar adalah seorang muslim yang patuh. Setiap adzan berkumandang, ia selalu berhenti melakukan aktivitasnya dan pergi sholat. Dia juga anak ekskul rohis. Pokoknya keagamaannya patut diberi acungan dua jempol. Jessica pun juga begitu, ia taat pada agamanya. Tak pernah absent beribadah ke gereja.
          Riana heran, kenapa dua sejoli berbeda keyakinan ini sangat awet sampai mereka sudah berpacaran hampir setahun ini. pasangan yang satu keyakinan saja malah berhubungan seumur jagung. Aneh.
          “Ca, kok lo tahan sih sama dia? Kalian kan beda agama.” tanya Riana.
          “Gak tau. Gue betah aja. Lagian dia baik, sih.”
          “Ntar kalo sampe lo gede lo masih pacaran sama dia, terus dia ngelamat lo gimana?”
          “Apaan sih Ri? Gue kan masih kelas 3 SMA. Masuk semester dua juga belom. Udah mikirin masa depan aja.”
          “Justru itu Ca, gue sebagai sahabat lo ngingetin. Karena kita bentar lagi bakalan lulus SMA. Kita bukan anak SMP lagi  yang masih labil karena masih abege. Kita udah dewasa. Oke?”
          “Udahlah Ri, gue gak mau bahas masalah ini lagi.”
          Riana hanya menghela napas melihat kelakuan sahabatnya ini. sahabatnya satu ini memang tak pernah mau berpikir ke depan. Bagaimana kalau nanti Jessica sendiri yang akan terluka karena Akbar? Bukan karena Akbarnya, tapi karena perbedaan keyakinan mereka yang bisa-bisa membuat mereka berpisah. Akbar adalah pacar pertama Jessica selama hidup, begitu pun sebaliknya. Kalau mereka berdua terluka karena cinta pertama, pasti akan lebih susah lagi.
Esoknya…
          “Pagi Ca!” sapa Akbar saat Jessica dan Riana sedang melewati kelas Akbar. Kebetulan, Akbar sedang berada di depan kelasnya itu.
          Jessica tersenyum, “Pagi juga Bar.”
          Akbar tersenyum-senyum melihat kekasihnya yang sekarang sedang menuruni anak tangga bersama Riana. Biar sudah hampir setahun mereka berhubungan, Akbar tak pernah bosan dengannya. Dan Akbar sendiri sangat menyayangi Jessica.
          “Bar!” seseorang merangkul pundak Akbar dari belakang, ternyata dia Daniel sahabatnya.
          “Eh elo Dan! Ada apa?”
          “Gak apa-apa. Hari Minggu mau ikut gue nggak?”
          “Kemana?”
          “Jalan aja. Gue boring pasti tuh di rumah. Tapi abis gue pulang gereja ya. Hehehe.”
          “Ya udah ayo deh.”
          “Gue juga udah ajak Riana sama Jessica.”
          “Sip deh.”
          Kadang Akbar bingung sendiri. Kenapa di SMA-nya yang sekarang ia dikelilingi oleh orang-orang yang beda keyakinan dengannya? Seperti Jessica, atau Daniel, atau Riana. Bahkan Akbar lebih dekat ke mereka daripada teman-teman satu ekskulnya dulu.
          Biasanya di sekolah negeri, mayoritas murid-muridnya kebanyakan beragama muslim. Tapi ternyata di angkatan Akbar, murid beragama non muslim bisa terhitung sampai delapan orang!
          Tak seperti dulu, sewaktu Akbar masih SMP. Dari kelas tujuh sampai kelas sembilan, ia tak pernah sekelas dengan anak beragama non muslim. Bahkan di angkatannya dulu sewaktu SMP, yang beragama non muslim cuma dua orang. Sekarang? Duh… Tapi walaupun begitu, Akbar menyayangi Daniel dan Riana selaku sahabatnya dan juga Jessica selaku kekasihnya.
          Akbar suka memikirkan masa depannya nanti, ia sangat menyayangi Jessica, terlihat Jessica pun begitu. Bagaimana kah masa depannya nanti? Apa ia harus berpisah dengan Jessica?
Hari minggu…
          Akbar memarkir motornya di depan gereja. Menunggu ketiga orang-orang yang disayanginya keluar. Kebetulan, Daniel, Jessica, dan Riana satu gereja. Akbar melirik jam tangannya. Sudah jam 11:15, sebentar lagi mereka keluar, pikir Akbar sambil menyumbat telinganya dengan earphone.
          “Eh Akbar udah sampe belom ya?” tanya Daniel begitu ibadah selesai pada Riana dan Jessica.
          “Udah kali. Telepon aja Dan.” Suruh Jessica sambil mengambil tasnya.
          Daniel berjalan keluar gereja tanpa memperhatikan sekitar. Lalu ia memencet tombol hijau untuk menghubungi Akbar.
          “Halo? Bar, lo dimana?”
          “Di belakang lo Dan.”
          Daniel langsung menoleh dan melihat Akbar yang tersenyum geli diatas motornya serta Riana dan Jessica yang tertawa disamping Akbar. Daniel langsung menghampiri mereka dan menatap mereka dengan geram. Riana pura-pura kabur sedangkan Jessica bersembunyi dibalik tubuh Akbar. Pagi itu, suasana di depan gereja ramai sekali karena keempat anak itu. Tak beberapa lama setelah keramaian itu, mereka pergi ke mall.
          Saat jam sudah menunjukkan pukul 12:00 tengah hari, Akbar pergi sebentar ke mushola untuk sholat dzuhur. Jessica, Daniel, dan Riana yang sedang ada di gramedia mengiyakan.
          Baru beberapa lama Akbar pergi ke mushola, tiba-tiba Jessica merasa ingin buang air kecil. Lalu ia pergi ke toilet. Setelah menyampaikan hajatnya itu, ia keluar dan berjalan perlahan. Kemudian ia melewati mushola, dilihatnya beberapa orang yang sedang memakai sepatunya, sepertinya sudah selesai sholat.
          “Mbak, gak sholat?” tanya seorang satpam pada Jessica yang sedang memperhatikan orang-orang itu.
          “Eh… emm… nggak pak…” jawab Jessica, berusaha tidak terlihat gugup.
          “Kenapa? Lagi datang bulan ya?” tanya satpam itu lagi.
          “I… Iya…” Jessica mengiyakan saja kata satpam itu.
          Tak beberapa lama, Akbar keluar dari situ sambil mengambil sepatu ketsnya. Tak disadarinya keberadaan Jessica, sampai saat ia mengikat tali sepatu, ia melihat sepatu Jessica di hadapannya.
          “Eh? Ca? ngapain disini?” tanya Akbar.
          “Gak ngapa-ngapain. Tadi abis dari toilet. Udah belom?”
          “Udah. Ayo.” Akbar berdiri dan berjalan mengiringi Jessica.
          Saat mereka berbelok, dan akan memasuki gramedia, Jessica dan Akbar hampir menabrak Riana dan Daniel. Ternyata mereka ingin keluar.
          “Makan yuk, laper gue.”
          “Ayo.” Akbar menyetujui.
          Akhirnya mereka berempat berjalan keluar dari mall, lalu masuk ke warung makan terdekat. Beginilah mereka tiap kali sedang jalan ke mall. Ke mall paling cuma ke gramedia dan game zone. Makannya ya bukan didalam mall-nya. Tapi diluar, seperti di warteg, warung nasi padang, atau warung bakso. Akbar yang mengajari semua ini pada Riana, Daniel, dan Jessica.
          Tak terasa, waktu telah berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan mereka memutuskan untuk pulang. Daniel dan Riana, naik mobil sedangkan Jessica dan Akbar naik motor di belakang mobil Daniel. Tadinya, Akbar menyuruh Jessica naik mobil Daniel karena cuaca sedang panas-panasnya, tapi Jessica tidak mau, ia lebih memilih dengan Akbar.
          Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat dan sudah menunjukkan waktu azhar. Akbar mengajak Jessica untuk pergi ke mesjid terdekat, karena ia ingin melaksanakan kewajibannya.
          Mereka berhenti di mesjid yang terlihat sangat rindang. Banyak pohon besar disekitar tempat parkir. Akbar memarkir tepat dibawah pohon, supaya Jessica tidak kepanasan.
          “Bentar dulu ya.” Akbar melambaikan tangannya.
          “Iya Bar.” Jessica balas melambaikan tangan sambil duduk diatas motor Akbar.
          Beberapa menit berlalu, akhirnya Akbar keluar dan mengajak Jessica pulang. Mereka bercanda-canda sepanjang jalan tanpa tahu sebenarnya tadi saat mereka keluar dari mesjid, Mama Jessica melihatnya.
          Sesampainya Jessica di rumah, ternyata Mamanya sudah pulang karena terlihat ada mobil putih terparkir di halaman. Tapi ini baru jam empat, masa cepat sekali?
          Jessica masuk ke rumah dan melihat Mamanya yang sedang duduk di sofa ruang tamu, masih memakai baju kerjanya. Mamanya tak seperti biasanya, biasanya saat Jessica pulang Mamanya akan menyapanya. Tapi sekarang, wanita yang melahirkannya itu sedang duduk diam sambil menunduk.
          “Ma?”
          “Jessica, kita perlu bicara.”
          Jessica terkesiap. Keadaan rumah sangat sepi. Jarang sekali Mamanya seperti ini. Biasanya kalau ada masalah, Mamanya akan mengajaknya bicara sambil bercanda. Tapi sekarang? Jessica menghela napas dan duduk di sebelah Mamanya.
          “Kamu abis dari mana?”
          “Dari jalan-jalan sama Daniel, Riana, Akbar.”
          Kali ini Mama menatap Jessica dalam-dalam. “Kamu ada hubungan apa sama Akbar?”
          Jessica menelan ludahnya. Mampus deh, ketauan. Katanya dalam hati.
          “Kamu ada hubungan apa sama Akbar, Ca?” Mama mengulang pertanyaannya, menunggu jawaban Jessica.
          “Nggak Ma, nggak ada apa-apa.” Jessica berbohong.
          “Kamu pacaran kan sama dia? Mama perhatiin di sekolah kamu juga berduaan terus sama dia. Ya kan kamu pacaran sama dia?”
          Jessica diam, bingung mau menjawab apa
          “Ca, kalian tuh beda agama. Keluarga kamu sama dia berbeda. Kalian gak mungkin bersama selamanya. Suatu saat kalian harus pisah. Gak mungkin kan Akbar pindah ke agama kamu? Keliatan kok, Akbar tuh agamanya kuat. Kalian gak boleh bersama.”
          “Tapi, tapi… Jessica sayang banget sama Akbar. Jessica gak mau pisah sama Akbar.” Jessica angkat bicara.
          “Kalian udah berapa lama pacaran?”
          “Se… Setahun.”
          “Putusin dia, Ca. Kamu gak mungkin mau ngerasain sakit yang lebih mendalem karena gak direstuin kan? Mendingan kamu sakit sekarang, daripada nanti-nantinya lagi. Kalo pas udah dewasa kalian masih pacaran terus sama-sama cinta? Susah kan? Mama gak mau kamu jadi stress karena ini Ca, mending dari sekarang kamu ngerasa sakitnya kayak apa.”
          “Iya Ma…” jawab Jessica, lalu ia pergi menuju kamarnya.
          Didalam kamar, Jessica menangis. Benar kata Riana sebelumnya. Seharusnya ia mendengarkan Riana, bukan menyepelekan masalah ini. ia tak mau merasakan sakit saat besar nanti karena perbedaannya dengan Akbar. Tapi ia juga tak mau kehilangan Akbar. Seharusnya dari awal ia berpikir panjang sebelum menerima saat Akbar menyatakan cintanya padanya.
          Berkilo-kilo meter dari sana, terdapat Akbar yang sedang duduk diam di kamarnya. Memperhatikan adiknya yang tidur sekamar dengannya walau beda tempat tidur. Pikirannya melayang. Melayang ke Jessica. Sedang apakah ia sekarang? Apakah sedang dimarahi? Akbar ingat, saat keluar mesjid ia sempat melihat mobil Mamanya Jessica di belakang. Mungkin sekarang sudah ketahuan kalau Akbar dan Jessica sedang menjalin hubungan lebih dari teman atau sahabat.
          Akbar bangkit dari duduknya dan menuju ruang tengah. Dilihatnya Ibu yang sedang duduk sambil menonton televisi.
          “Bu?” panggil Akbar.
          “Eh? Bar? Kenapa?”
          Akbar mengambil tempat duduk disamping Ibunya. “Bu, Akbar mau nanya deh.”
          “Nanya apa?”
          “Emangnya kalo orang pacaran beda agama nggak boleh ya, Bu?”
          “Ya iyalah kan dilarang sama Allah. Kamu kan tau sendiri, masa masih nanya?”
          “Iya sih… Tapi kalo misalnya orang pacaran beda agama, cuma udah lama terus sama-sama sayang gimana?”
          “Ya mereka mesti pisah. Gak mungkin mereka nikah nantinya, kasihan kan anaknya mau agama apa? Emang kenapa Bar? Kamu pacaran beda agama?” Ibu mulai menyelidiki.
          “Eh? Nggak Bu, nggak. Orang Akbar cuma nanya doang. Udah ya Bu, Akbar mau mandi.” Akbar mengalihkan, lalu pergi.
          Di sekolah, Jessica mulai menjaga jarak dengan Akbar. Jessica terpaksa melakukan itu, walau hatinya masih sangat menyayangi Akbar. Itu semua karena saran Mama. Mama bilang, tidak apa-apa Jessica belum mau putus, tapi setidaknya mereka menjaga jarak.
          Akbar pun merasakan Jessica yang menjauh dan berbeda. Dia sudah menduga Mama Jessica lah yang menyuruh. Pernah karena sudah begitu lama Jessica menjauh, Akbar menangis. Tangisnya yang pertama untuk kekasihnya itu, untuk hubungannya yang menggantung.
          Bukan cuma Akbar lah yang menangis. Begitu pun Jessica. Hampir tiap hari Jessica menangis. Ternyata lebih susah menjauh seperti ini. Akbar malah makin mengendap di pikirannya.
          Sudah berbulan-bulan kemudian Jessica masih menjaga jarak dengan Akbar. Tapi tak keluar kata “putus” dari mulut masing-masing. Hubungan mereka menggantung tanpa tahu apa yang akan terjadi besok, besoknya lagi, dan besoknya lagi…
          Suatu hari di bulan Februari, Akbar mengajak Jessica ke taman belakang sekolah. Mereka perlu bicara.
          “Ca, kamu kenapa?” tanya Akbar.
          “Gak apa-apa, Bar.”
          “Kamu beberapa bulan ini ngejauh. Kamu pengen putus?” rasanya sangat susah Akbar mengeluarkan kalimat ini.
          Jessica diam dan menunduk menatap sepatunya.
          “Kamu kenapa Ca? jawab.”
          “Aku… aku gak apa-apa.”
          “Kamu pengen putus?”
          “Ng… nggak Bar.”
          “Kenapa kamu jauhin aku?”
          “Sebentar lagi kita mau ujian Bar, maaf. Makanya aku jauhin kamu.” Jawab Jessica tentu saja berbohong.
          Akbar tahu Jessica berbohong. Terlihat dari matanya. “Oke, aku ngerti.” Akbar lalu meninggalkan Jessica sendirian.
          Sikap Akbar sangat dingin. Jessica sakit hati melihat sikapnya yang seperti itu, tapi itu pantas karena Jessica malah lebih menyakiti Akbar. Bagaimana selanjutnya hubungan ini?

                                                ##

          Beberapa waktu telah berlalu. Saat ini, angkatan Jessica sedang dalam perjalanan ke Jogja. Perpisahan sedang berjalan saat ini. Jessica satu bis dengan kelas Akbar, malah kursi mereka berseberangan. Hal ini membuat Jessica tak enak hati. Hubungan mereka masih berjalan, tapi mereka masih diam-diaman seperti tak kenal.
          Jessica duduk di dekat jendela bis dengan Riana. Sedangkan Akbar duduk di pinggir, bukan dekat jendela bis. Akbar duduk dengan Daniel.
          Di bis, Riana bercanda-canda dengan Daniel dan Akbar. Tapi tidak dengan Jessica. Sedari tadi, Jessica hanya diam sambil menatap keluar bis. Riana membiarkan sahabatnya seperti itu, karena ia tahu apa yang sedang ada didalam benak Jessica.
          Jessica bingung. Sebentar lagi ia akan berpisah selamanya dengan Akbar. Tak mungkin hubungan tak jelas ini berlanjut terus. Mereka harus berpisah, mengakhiri hubungan ini. Jessica ingin menangis. Ia masih sangat menyayangi Akbar. Tapi harusnya hubungan ini tak boleh dijalankan. Hubungan ini harus berhenti. Berhenti, dan tak akan berlanjut lagi.
          Kerlipan lampu-lampu di Jogja sama sekali tak menghibur Jessica saat mereka sampai. Jessica hanya diam di balkon hotel sambil memandang dengan kosong. Pikirannya melayang tak tentu arah.
          Akbar yang baru selesai menjalankan sholat isya, berhenti saat melihat Jessica yang sedang melamun. Di helanya napas, memikirkan kekasihnya yang juga masih disayanginya.
          Hari kedua di Jogja, diisi dengan jalan-jalan. Membuat Jessica mulai tersenyum karena teman-temannya. Hari ketiga di Jogja, sama seperti hari kedua. Tapi bisa membuat Jessica tertawa lepas seperti dulu. Akbar yang memperhatikan hal itu pun tersenyum, bahagia melihat Jessica yang bisa tertawa lagi, tak murung seperti dulu.
          Tapi, saat malam terakhirnya berada di Jogja, tak seperti siang. Jessica menangis. Menangis diam di kamar hotelnya. Ia pura-pura tidur, tapi sebenarnya ia menangis dalam diam. Begitu sakit perasaannya sekarang.
          Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Jessica mengambil hand phone nya dan mengirim pesan singkat pada Akbar. Tekatnya sudah bulat sekarang.
          “Lagi apa? Belom tidur kan? Temuin aku d balkon utma.” Begitu isi pesannya, lalu setelah pesan itu terkirim Jessica bangkit dan berjalan menuju balkon utama hotel.
          Ternyata Akbar sudah ada disitu. Tumben sekali, balkon ini tak seramai kemarin. Cuma terdapat Akbar dan Jessica disitu. Jessica menghampiri Akbar dan berdiri di sampingnya, menatap pemandangan malam Jogja.
          “Ada apa?” tanya Akbar.
          Jessica terdiam, angin membuat rambutnya berkibas. Dan juga membuat air matanya menetes lagi.
          “Kenapa, Ca?”
          “Bar… kita…”
          “Apa?”
          “Kita… kita harus putus Bar, maaf.” Jessica memalingkan mukanya saat mengucapkan kalimat satu ini.
          Akbar mengerutkan alisnya, “Kenapa?!” tanyanya memprotes.
          “Kita… kita nggak mungkin ngejalanin hubungan ini terus Bar. Kita harus pisah. Kita berbeda.” Air mata Jessica mengalir.
          “Tapi… cinta kan nggak mandang dari segi apa pun, Ca.”
          “Iya… aku tau. Tapi kita nggak mungkin direstuin Bar. Kita gak boleh bersama. Walau kita sama-sama cinta banget, cinta kita gak akan bisa bersama. Maaf Bar, tapi… aku gak mau kita sama-sama ngerasain sakit yang lebih dalem daripada ini. Lebih baik kita akhiri semua hubungan ini.”
          Akbar terdiam, lalu menunduk.
          “Aku gak mungkin ninggalin keyakinan aku, Bar. Begitu pun kamu.”
          Akbar menunduk lebih dalam, terdengar suara isakkan yang sangat pelan. Tapi cukup bisa di dengar Jessica. Sepertinya Akbar menangis. Mungkin perasaannya sangat sakit sekarang, sama seperti perasaan Jessica.
          “Dan nggak mungkin, hubungan yang ngegantung ini bakal terus berlanjut sampai nanti-nantinya. Aku nggak mau kamu ngerasain sakit yang lebih. Kita sama-sama sakit.”
          Akbar menatap Jessica dalam-dalam.
          “Maaf ya, sebentar lagi kita gak akan ketemu lagi selamanya. Aku mau kuliah di luar. Nggak disini lagi. Maaf sejuta maaf, tolong lupain aku…” Jessica tersenyum pahit pada Akbar, lalu hendak berjalan pergi.
          “Ca…”
          “Kamu bisa… Lupain aku, please…” mohon Jessica, lalu ia berlari meninggalkan tempat itu.
          Jessica menuju toilet dan mencuci mukanya. Berusaha menyembunyikan matanya yang sembap. Tapi tetap saja, tak bisa. Ia akhirnya berjalan menuju kamar, dan memutuskan untuk tidur.
          Saat rombongan sekolah Jessica sampai kembali ke Jakarta, Jessica buru-buru turun dari bis. Sedari tadi Akbar mengajaknya bicara, tapi Jessica bungkam. Saat ini, Akbar sedang memanggil-manggil dirinya.
          “Ca! ca! tunggu dong!” panggil Akbar saat mereka sudah turun dari bis.
          Jessica tetap berjalan, tapi langkah Akbar yang besar-besar mampu mengejar Jessica. Dicekalnya tangan Jessica.
          “Apa sih?!”
          “Thanks, Ca. udah jadi yang terbaik buat aku…”
          Jessica terenyuh. Ditatapnya cowok yang sangat disayanginya ini, lalu dilepaskannya cekalan cowok itu. Jessica menghela napas dan ia mengucapkan satu kalimat terakhirnya.
          “Sorry, and Goodbye…”

No comments:

Post a Comment