“Jul!!” panggil
seseorang dari belakang cowok populer ini.
Julian menoleh dan sudut bibirnya
terangkat. “Apaan?”
Hendra menghampirinya dengan napas
yang tersengal karena barusan ia berlari. “Katanya hari ini si anak baru
masukke kelas kita?”
Alis Julian berkerut, “Anak baru yang
mana?”
“Ih itu lho yang digosipin anak baru
yang mau masuk kelas kita? Lupa ya?”
“Oh iya. Gue pengen liat deh kayak apa
anaknya.”
“Kata yang udah pernah liat sih dia
cantik. Ah ga tau deh gue!”
Julian tersenyum geli dan berjalan
mendahului Hendra menuju lantai dua. Menuju kelasnya yang sejuk. Akhir-akhir
ini memang sedang digosipkan akan ada anak baru dari sekolah elit ke sekolahnya
tercinta, SMA Pelita Kita. Dan gosipnya anak baru itu akan masuk ke kelas
Julian yaitu kelas X-6. dan gosipnya yang terakhir anak baru itu sangat tajir
dan sangat cantik.
Sebuah mobil putih keluaran baru
meluncur dengan mulus dan berhenti di depan gerbang SMA Pelita Kita. Seluruh
murid yang ada di sekitar gerbang langsung terbelalak melihat mobil keren yang
nyasar ke sekolah ini.
Tiara, si murid baru yang ada di dalam
mobil putih mengkilat itu bersiap keluar dari mobil Mamanya itu.
“Ra, inget ya kamu di kelas X-6. Mama
nggak bisa nganter sampe kelas kamu.” Mama memperingatkan.
“Iya Ma.” Tiara mengangguk dan membuka
pintu di sebelahnya itu.
Begitu Tiara keluar dari mobil itu,
seluruh murid yang ada disekitar sana
langsung menghentikan aktifitasnya dengan mata yang terbelalak. Tiara risih
dilihati begitu, dan baru disadarinya ia tak tahu dimana letak kelas barunya
itu.
“Aduh gimana nih?” gumam Tiara pelan.
Lalu dilihatnya ada seorang anak cowok
berkaca mata yang melewati dirinya.
“Eh! Tunggu!” teriak Tiara.
Joy, si anak berkaca mata itu berhenti
dan menoleh. “Ap… Apa?” tanyanya gugup.
“Tau gak kelas X-6?” tanya Tiara ragu.
Joy mengangguk. “Itu kelas gue. Mau
dianterin?”
Tiara tersenyum dan mengangguk. Lalu
diikutinya anak laki-laki itu berjalan.
“Gue Tiara, lo? Gue anak baru disini…”
Tiara memulai pembicaraan.
“Gue Joy. Ohh lo si anak baru itu?”
Tiara mengangguk. Akhirnya tak
beberapa lama mereka sampai di kelas X-6. Riuh keberisikan dari kelas langsung
terhenti begitu Tiara masuk ke kelas itu.
“Thank’s Joy!” kata Tiara sambil
tersenyum.
Joy mengangguk dan berjalan menuju
kursinya di pojok. Sedangkan Tiara celingak-celinguk mencari tempat duduk.
“Hei? Lo si anak baru itu?” tanya
seorang anak cewek yang menghampirinya.
“Eh? Hmm… Iya.”
“Gue Tari. Ketua kelas disini. Lo
boleh pilih mau duduk dimana, tapi cuma ada dua bangku kosong. Di sebelah
Julian,” Tari menunjuk seorang anak cowok yang duduk di kursi barisan tengah,
“Sama di sebelah Joy.” Tari menunjuk Joy yang sedang duduk sambil melamun.
“Hah? Siapa tadi itu namanya di
barisan tengah?”
“Julian.” Tari tersenyum.
“Hmm… gue duduk di sebelah Joy aja
deh. Thank’s ya Tari.” Tiara memberikan senyumnya lalu berjalan menuju meja Joy
yang ada di pojok.
“Hei Joy? Boleh gue duduk disini?”
tanya Tiara.
“Eh? Boleh kok.” Joy mengambil tasnya
dari kursi kosong disebelahnya.
Tiara duduk di situ dan membuka
tasnya.
“Kok lo milih duduk disebelah gue sih?
Kan ada kursi
kosong disebelah Julian si cowok populer ganteng itu? Kenapa lo milih disini?”
tanya Joy sama sekali bukan bermaksud mengusir.
“Gak apa-apa kok. Lagian juga gue kan udah kenal lo?”
Joy tersenyum, “Lo gak jijik duduk di
sebelah anak culun kayak gue? Lo kan
cantik dan malah cocok duduk di sebelah Julian?”
Tiara tertawa, “Gak ada yang beda di
mata gue. Mau lo culun kek, gue juganggak perduli.”
Julian memperhatikan anak baru di
kelasnya itu. Cewek yang duduk di sebelah Joy si anak culun tak berguna di
kelas ini. Julian seperti mengenal cewek itu sebelumnya. Tapi siapa?
“Gile, beneran cakep tuh cewek. Gimana
Jul? tertarik gak lo?” Hendra mengedipkan matanya.
Julian tertawa dan menoyor kepala
Hendra. “Sejak kapan ya gue punya sobat genit begini?” ejeknya.
Hendra tertawa. Julian pun ikut
tertawa walau dalam hati dan otaknya ia bingung. Sepertinya ia memang pernah
mengenal cewek itu sebelumnya…
#
Kemunculan Tiara di SMA Pelita Kita
langsung disambut seluruh murid cowok baik dari kelas X, XI, maupun XII. Tiara
jadi bahan incaran dan membuatnya langsung populer. Memang sekarang ia lebih
dekat dengan anak populer di sekolah, tapi ia tak melupakan teman pertamanya,
Joy. Malah hubungannya lebih dekat dengan Joy.
Tapi Tiara tak dekat sama sekali
dengan Julian. Sekalinya cowok itu mengajaknya berbicara, ia selalu menjawab
dengan ketus. Kenapa? Karena Tiara benci Julian. Karena dulu Julian… Ah
sudahlah!
Hari ini, seluruh murid SMA Pelita Kita
di pulangkan cepat. Yang seharunya pulang jam 2 siang, dipercepat jadi jam 9.
“Joy, main ke rumah gue yuk!” ajak
Tiara saat mereka berdua menyusuri lapangan utama.
“Ke rumah lo? Ayo! Gue penasaran sama
rumah lo.” Joy bersemangat.
Tiara tertawa, “Oke, tunggu sampe
sopir gue dateng ya!”
“Sip.”
Sayangnya, sopir Tiara telat selama 30
menit dan membuat Tiara serta Joy kepanasan menunggu di depan gerbang. Begitu
mobil merah khusus milik Tiara – walau ia belum bisa mengendarai mobil –
datang, Tiara langsung menerobos masuk.
“Maaf non Tiara. Tadi macet parah
nggak bergerak sama sekali.” ujar Pak Pri.
Tiara mengangguk. Mau bagaimana lagi?
Mana mungkin ia memarahi Pak Pri seenaknya karena sopirnya ini sudah mengabdi
dari Tiarakecil. Lagipula, ini Jakarta .
Tak ada hari tanpa macet. Jadi ya sudahlah.
Perjalanan selama satu jam ini tak
membosankan karena Tiara, Joy, dan Pak Pri bercanda-canda terus. Sampai
akhirnya, mereka memasuki kawasan pondok indah.
“Rumah lo di pondok indah?” tanya Joy
terkejut.
“Iya, kenapa?”
“Wow…” hanya itu yang bisa diucapkan
Joy sambil memandangi rumah-rumah besar yang berjejer.
Tiara tersenyum geli. Joy selalu
menghiburnya dengan tingkah lakunya yang aneh-aneh.
“Nah, sampe…” kata Tiara saat mereka
berhenti di rumah besar bercat hijau muda.
Joy melongo melihat rumah itu sampai
akhirnya mobil yang mereka naiki masuk ke garasi. Lagi-lagi, Joy melongo
melihat tiga mobil yang berjejer disitu. Ada
yang berwarna hitam, putih, dan krem. Ditambah mobil merah milik Tiara.
“Joy? Ayo masuk!” Tiara menarik Joy
menuju kedalam.
Tiara membawa Joy ke kamarnya di
lantai dua. Kamar Tiara terletak di pojok dan menghadap ke kolam renang. Joy
menelan ludahnya, kamar Tiara tiga kali lebih luas dari kamarnya. Ada piano di kamarnya dan
beberapa bingkai foto.
“Sebentar ya, gue ambil minum dulu.
Tunggu sini.” Tiara membuka pintu kamarnya.
Joy melepaskan seluruh pandangannya ke
penjuru kamar Tiara. Berbagai bingkai foto di meja sebelah piano mengambil
perhatiannya. Diambilnya satu bingkai foto yang berisi foto dua orang anak
perempuan memakai seragam putih biru. Yang satu cantik dan yang satu culun.
Sejenak, terlintas di pikiran Joy kalau yang cantik itu adalah Tiara. Tapi
tunggu, tidak mirip. Joy memperhatikan si culun dengan seksama sampai akhirnya
ia kaget kalau itu yang Tiara!
Joy mengambil satu bingkai foto lagi.
Sebuah foto yang banyak anak cowok maupun ceweknya. Sepertinya foto kelas,
karena terdapat juga tulisan IX-A. Joy melihat muka Tiara yang dihiasi kacamata
yang lumayan besar dan rambutnya yang dikuncir tinggi. Dan di sebelah Tiara ada
seorang anak cowok yang sangat dikenalinya. Itu Julian!
“Kaget?” sebuah suara mengagetkan Joy.
“Eh? Maaf Ra…” Joy menaruh bingkai
foto itu ke tempatnya semula.
“Nggak apa-apa.” Tiara malah mengambil
foto itu dan memandangnya sambil tersenyum.
“Ini gue.” Tiara menunjuk cewek culun
di sebelah Julian. “Ini Julian.” Tiara menunjuk Julian.
“Lo dulu satu SMP sama Julian?” tanya
Joy.
“Ya. Tapi gue benci dia.”
“Kenapa?” alis Joy berkerut.
“Dari kelas tujuh, gue selalu sekelas
sama dia. Dia itu populer, sama kayak sekarang. Dan dia selalu ngebully anak
culun. Apa aja dia lakuin supaya gue sengsara. Semakin gue sengsara, dia
semakin seneng. Tapi dia gak pernah puas nyiksa gue.” Tiara menelan ludahnya,
lalu mengambil foto yang satu lagi, fotonya dengan anak perempuan cantik itu.
“Gue kira tadinya lo yang gak pake
kacamata disana.” kata Joy.
Tiara menggeleng sambil tersenyum.
“Dia satu-satunya sahabat gue. Namanya Winda. Waktu kelas 9 dia pindah ke
sekolah gue, dia cantik dan makanya dia langsung populer di sekolah. Tapi nggak
tau kenapa gue jadi temenan sama dia. Tiap gue di bully dia yang belain gue.”
Tiara meneguk minumannya. “Dulu dia
selalu nyuruh gue rubah penampilan, tapi gue nggak mau. Sampai gue masuk SMA, gue
mikirin omongan dia. Akhirnya gue ubah semua penampilan gue, gue gak mau di
bully di SMA.”
Joy mengangguk.
“Lo tau kan ? Gue itu sebenernya nggak bisa duduk di
belakang karena gue gak pake kacamata. Gue nanya mulu kan sama lo tiap ada catetan di papan
tulis?”
Joy mengangguk lagi.
“Waktu pertama kali masuk, gue kaget
karena satu kelas lagi sama Julian. Sebenernya gue punya kacamata kok, tapi gue
nggak mau pake karena gue nggak mau Julian inget gue dan ejekin gue lagi. Jadi
lebih baik gue sengsara gini kan ?”
Joy tersenyum geli dan mengambil
minumnya.
“Oh iya! Gimana kalo lo ubah
penampilan Joy?”
Joy yang sedang minum langsung
terbatuk-batuk, “Hah?! Maksud lo?!”
“Ubah penampilan lo, jadi gak culun
lagi! Oke?”
“Haduh gimana ya?” Joy berpikir.
“Ayolah… Ya? Ya?”
“Ya udah deh…”
Tiara mengajak Joy menuju lantai
bawah, tepatnya ke kolam renang. Mereka duduk di pinggir kolam renang karena
lebih sejuk disana. Masih dengan seragam sekolah, Tiara sibuk mengubah
penampilan Joy.
Setengah jam berlalu dan Joy benar-benar
berubah. Berbeda. Kacamatanya yang besar sebelumnya diganti dengan kacamata
biasa milik Tiara – berhubung sama ukuran min nya – dan yang tadinya kancing
paling atas dikancingi, sekarang dilepas. Dasinya yang terlalu naik keatas
dituruni dan gaya
rambutnya pun berubah.
“Wuah! Ganteng!!” puji Tiara.
Joy melihat dirinya di cermin dan
tersenyum geli. “Ah nggak sama aja.”
“Ganteng! Foto ya? Ya?” pinta Tiara.
Joy mengangguk dan akhirnya
berjepret-jepret foto terlihat di smartphone milik Tiara.
“Besok kayak gitu lagi ya? Gue
tungguin depan gerbang! Oke?”
“Eh tapi gue nggak pede Ra…”
“Jangan kayak gitu! Yang pede dong!
Oke?”
Joy tersenyum dan mengangguk. “Sip
lah. Thank’s Ra!”
#
Kringgg… Kringgg…
“Iya Jul?” jawab Hendra.
“Lo dah dapet nomernya Tiara belom?!”
tanya Julian di seberang sana .
“Nanya itu mulu sih lo?”
“Gue penasaran Ndra!”
“Yang punya nomer dia kan cuma Joy. Gue udah
minta-minta sama Joy, tapi dia gak mau ngasih.”
“Yah elah…” terdengar Julian menghela
napas.
“Lo emang mau ngapain sih? Lo suka ya
sama dia?”
“Hehehe…”
“Kalo mau nembak jangan lewat SMS,
tembak langsung. Yang gentle dong!”
Julian terdiam diujung sana . “Ya udah, udah ya.
Bye!”
#
Perubahan Joy langsung disambut riuh
oleh anak-anak di sekolah. Apalagi di kelas, Joy langsung dikerebuti anak-anak
cewek.
“Ini Joy?”
“Ya ampun keren banget!”
“Joy lo ganteng deh! Foto sama gue ya!
Ya!”
“Huaaa Joy ganteng!!”
Begitulah ucapan anak-anak cewek yang
menghampiri Joy. Tiara sengaja menjauh dari kerumunan dan berjalan menuju
koridor di depan kelas. Tak beberapa lama ia berdiri disitu, tiba-tiba Julian
menghampirinya.
“Tiara?”
Tiara menghela napasnya, “Apa Jul?”
“Nanti siang gue mau ngomong sama lo.
Sepulang sekolah.”
“Kenapa gak sekarang?” alis Tiara berkerut.
“Ahh nggak bisa! Di kantin ya!”
“Ya udah iya!”
Kringgg…
Kringgg…
Bel masuk berbunyi dan Tiara berjalan menuju
kelasnya dan duduk di kursinya.
“Joy, nanti lo pulang duluan aja.”
kata Tiara sambil mengeluarkan bukunya.
“Lho, kenapa?”
“Gue ada perlu sama Julian.”
“Hah?Ada apa tuh anak?”
“Hah?
“Ah nggak tau gue.”
Joy diam dan membetulkan letak
kacamatanya. Bu Ida si guru Bahasa mencatat sebuah catatan di papan tulis tanpa
bicara. Tiara menatap papan tulis dengan mata yang menyipit. Lama-lama ia kesal
dan mengambil kotak kacamatanya dari tasnya.
“Lho? Kok lo pake kacamata?” tanya Joy
heran, padahal dulu Tiara bilang takkan memakai kacamata di depan Julian.
“Ah biarinlah, gue pusing kayak gini
terus.”
Julian yang mendengar suara berisik
dari belakang menoleh dan begitu terkejutnya begitu dilihatnya Tiara.
Mata Tiara menangkap seseorang yang
menatapnya, dan dilihatnya Julian sedang memandng dengan aneh. Ah biar saja
lah, mau dia tahu siapa Tiara, Tiara tak perduli.
Sepulang
sekolah…
“Lo mau ngomong apa? Buruan.” kata Tiara
sambil melepaskan kacamatanya.
“Eh hmmm… Haduh…” muka Julian berubah
merah.
“Apaan sih?! Buruan! Gue pulang nih!!”
“Gue suka sama lo Ra! Lo mau gak jadi
pacar gue?”
Tiara terbelalak. “Hah?! Lo suka sama
gue?! Lo gak tau gue siapa?!”
“Siapa?”
Tiara menguncir rambutnya
tinggi-tinggi dan memakai kacamatanya. “Remember me?”
Julian terdiam, benar berarti
dugaannya selama ini. Dia adalah Tiara yang dulu sering ia bully. Senyum tipis
menghiasi muka Julian. “Bener dugaan gue…”
“Gue gak bisa nerima lo…”
“Kenapa?” mimik muka Julian berubah
menjadi protes.
“Karena… Gue benci sama lo! Lo gak
pernah tau perasaan gue setiap kali lo bully gue! Sakit tau gak?!” bentak Tiara
dan dilepaskan kuncirannya.
“Ra…”
“Bodo. Gue pergi!”
“Ra! Tunggu!”
#
“Eh si culun lewat…” kata seseorang
saat Tiara melewati segerombolan anak cowok kelasnya.
Tiara hanya memandang cowok itu –
Julian – dengan geram dari kacamatanya dan melanjutkan berjalan tanpa perduli
lagi. Cowok itu, Julian adalah musuhnya.
Dulu, saat pertama kali masuk sekolah
dan sedang dalam Masa Orentasi Siswa, orang yang pertama kali Tiara kenal
adalah Julian. Dan dulu Julian yang menghampirinya. Sampai Julian sudah
terkenal, tiba-tiba ia meninggalkan Tiara dan selalu mengejeknya. Seperti tak
pernah mengenal Tiara sebelumnya. Tapi sial, naik ke kelas 8 mereka satu kelas
lagi, dan begitupun di kelas 9 seperti sekarang.
Julian selalu membully Tiara. Dan
sepertinya ia tak pernah puas. Tapi Tiara selalu diam, walau dalam hati ia
membenci Julian.
Tiba-tiba semuanya gelap dan terlihat
kalau Tiara sedang berjalan menuruni tangga. Tiba-tiba datang Julian dengan
temannya, Mario. Tiara pura-pura tak melihat dengan menunduk, saat Julian
melewatinya, tiba-tiba ada yang mendorongnya dari belakang.
“Ahh!!” teriak Tiara dan seketika
semuanya gelap.
Kringgg
kringgg kringgg
Sebuah bunyi nyaring membangunkan
Tiara. Ternyata itu semua hanya mimpi, mimpi dari kenyataannya yang dulu. Saat
ia didorong dari tangga oleh Julian dan akhirnya ia tak masuk selama seminggu
karena kakinya yang entah kenapa dan membuatnya tak bisa berjalan. Baru
disadarinya hapenya berbunyi terus-menerus daritadi dan diambil smartphone itu,
satu telepon dari nomor yang tak dikenal.
“Ya halo?”
“Ini Tiara?” tanya seseorang diujung sana yang terdengar dari
suaranya kalau ia cewek.
“Iya, ini siapa ya?”
“Ra? Ini gue! Winda!”
“Hah? Winda? Lo dapet nomor gue
darimana?”
“Ada
deh, eh besok lo bisa nginep gak?”
“Nginep? Dimana? Sama siapa aja?
Jangan bilang di tempat lo di Malaysia!”
“Yah aduh ini anak. Nggak mungkin lah.
Gue lagi di rumah gue di puncak. Gue ajak anak-anak kelas kita dulu buat
nginep. Lo mau gak? Daripada lo sendirian mulu di rumah. Mumpung besok hari
sabtu.”
“Siapa aja yang pasti ikut? Kan gue gak pernah
dianggap di IX-A…”
“Genk
nya Renata, terus Harry, Jo, Dinda, Chelsea ,
genknya Julian. Kata siapa? Mereka malah yang ngusulin ngajak lo!”
“Hah? Gak salah tuh?”
“Iya! Gimana mau ikut nggak?”
“Ikut!”
“Oke. Ketemuan di sekolah jam 8 ya.”
#
Tiara mengikat tali sepatu kets
birunya dan mengecek kembali barang-barangnya. Semua sudah lengkap. Tadi malam
setelah mendapat izin dari kedua orang tuanya, ia bimbang. Apa ia harus pergi?
Apa ia harus bertemu kembali dengan Julian? Ah sudahlah, yang penting ia akan
bersenang-senang.
Tiara sampai di gerbang sekolahnya tepat
jam 8 pagi. Dilihatnya segerombolan anak-anak yang sangat dikenalinya. Julian,
Winda, Jo, Hary, Renata, dan lain-lain. Tiara langsung menghampiri Winda dan
begitu Winda melihat Tiara, ia langsung terkejut.
“Kaget?” tanya Tiara sambil tersenyum
menggoda.
“Lo… Buset cakep banget!” kata Mario.
“Gile, ini beneran Tiara sahabat gue?”
tanya Winda sambil memperhatikan Tiara.
“Lo pake susuk ya?!” tanya Egi serius.
Anak-anak sangat ribut, kecuali satu
orang. Julian. Tiba-tiba, Julian menghampiri kerumunan, “Heh udah berisik! Ini
cewek gue tau!” Julian menjulurkan lidahnya kepada yang lain dan merangkul
pundak Tiara.
Muka Tiara langsung memerah. “Apaan
sih lo Jul!”
“Tau Julian! Inget dulu lo apain dia?”
ledek Jo.
“Lho kok kamu gitu sih, padahal di
sekolah kita berduaan mulu juga…” goda Julian dan membuat muka Tiara tambah
merah.
“Uhh Juliann!! Sejak kapan gue pacaran
sama lo! Kita di sekolah cuma temen biasa! Inget!!” teriak Tiara.
“Hehh udah-udah, ayo berangkat!” lerai
Winda.
Saat Tiara dan Winda ingin masuk
mobil, tiba-tiba Julian ikut masuk dan duduk di sebelah Tiara. Tiara ingin
memprotes, tapi ditahannya semua bentakan dari mulutnya.
Dua jam perjalanan terasa sangat lama
bagi Tiara karena Julian. Julian selalu mengganggunya dan mengoceh panjang
lebar. Tiara biasanya hanya mengangguk atau menggeleng tanpa memperhatikan. Apa
sih maunya ini anak?
“Ra, kok lo gak ngomong sih daritadi?
Ngomong dong…” kata Julian memelas.
“Gue kesel sama lo! Lo berisik banget
sih daritadi! Diem kek gitu!”
Julian langsung terdiam, sampai
akhirnya mereka sampai di rumah Winda di puncak. Villa keluarga Winda ini
memang jarang ditempati dan tempatnya sangat luas. Tapi tak ada aksen seram
sama sekali dari situ.
“Kalian pilih aja kamarnya. Gue
kamarnya berdua sama Tiara.” kata Winda dan membuat yang lain berpencar.
Winda mengajak Tiara ke satu kamar
diujung lorong. Dan ternyata kamar itu bersebelahan dengan kamar yang dipilih
Julian dan Mario dua sejoli yang nempel terus.
“Eh cantik, kita sebelahan lagi…” goda
Mario ke Tiara dan Winda.
Winda tertawa geli, “Iya ganteng.
Hahaha.”
Kamar yang dipilih Winda ternyata
memang kamar milik Winda di villa itu. Kamar yang bernuansa ungu putih ini
sangat dingin walau AC-nya tidak dinyalakan. Yah, namanya juga sudah masuk
kawasan puncak yang air dan hawanya dingin. Tapi beruntung, udara disini masih
segar tak seperti di Jakarta .
Tubuh Tiara menggigil dan ia
merapatkan jaket putihnya yang tebal. “Huh dingin ya Win?”
Winda melempar bantal dari tempat
tidur kearah Tiara. “Iya lah. Namanya juga puncak? Eh Ra? Kok lo sekarang rubah
penampilan sih?”
Tiara tersenyum, “Gue gak mau di bully
di SMA.”
“Haha, ngikutin saran gue tuhh…”
“Lo tau kan gue masuk SMA elit? Habis itu gue pindah
ke SMA yang lumayan agak jauh dari pondok indah. Eh ternyata? Gue sekelas sama
Julian!”
Mata Winda melebar. “Jodoh kali lo
berdua?”
“Idih ogah gue jodoh sama dia!”
“Hati-hati, bisa benci jadi cinta deh.
Kayaknya Julian emang suka sama lo Ra? Hahahahahaha!”
“Ihh apaan sih lo Win?!” Tiara
melempar bantal ke muka Winda dan membuat Winda terbahak-bahak.
“Tapi lo berdua cocok tau Ra!” kata
Tiara sambil melanjutkan tawa terbahak-bahaknya.
“Windaaa!!” Tiara memukuli Winda
dengan bantal berkali-kali.
#
Tiara berjalan keluar dari villa dan
menuju ke teras. Dilihatnya beberapa temannya yang sedang bercanda-canda di
taman di dekat kolam renang. Karena bosan, Tiara memilih untuk mengelilingi
villa ini saja. Begitu sampai di bagian belakang villa,…
“Wow…” Tiara takjub melihat taman
bunga yang sangat indah.
Baru sebentar Tiara
terbengong-bengong, tiba-tiba matanya ditutup oleh seseorang dari belakang.
“Eh siapa ini?!” kata Tiara setengah
berteriak.
Secara perlahan tangan itu terlepas
dari mata Tiara. Dan begitu Tiara menoleh dilihatnya Julian yang sedang
tersenyum.
“Lo lagi. Ada apa sih?!”
“Wihh juteknya… Gue cuma mau minta
maaf mbak.”
“Minta maaf buat apa?”
“Maaf kalo dulu gue sering bullying
lo, ledekin lo. Padahal dulu lo temen pertama gue waktu MOS. Maaf gue pernah
bikin lo jatoh dari tangga. Bikin lo malu di depan warga sekolah…”
Tiara menatap Julian begitu lama.
Cowok ini… Entah kenapa ada perasaan aneh di dadanya saat menatap cowok ini.
Cowok aneh ini, yang dulu suka nge-bully dirinya.
“Ra? Perlu lo tau kalo gue cinta sama
lo…”
Omongannya barusan cukup membuat Tiara
terkejut setengah mati. “Kenapa? Kenapa lo suka sama gue?”
“Nggak tau. Hehehe. Lo mau nggak jadi
pacar gue?”
Tiara tersenyum dan menatap Julian
sekali lagi, “Liat aja nanti,” ledeknya sambil berjalan pergi dari tempat itu.
Julian menatap Tiara sambil berkedip.
Lalu tak beberapa lama ia tersenyum. Mungkinkah ada kesempatan?
“Ra! Tunggu dong!” julian mengikuti
Tiara.
Diam-diam, Tiara tersenyum. Cowok ini…
No comments:
Post a Comment