Friday, April 5, 2013

Enemy or Love?


“Jul!!” panggil seseorang dari belakang cowok populer ini.
          Julian menoleh dan sudut bibirnya terangkat. “Apaan?”
          Hendra menghampirinya dengan napas yang tersengal karena barusan ia berlari. “Katanya hari ini si anak baru masukke kelas kita?”
          Alis Julian berkerut, “Anak baru yang mana?”
          “Ih itu lho yang digosipin anak baru yang mau masuk kelas kita? Lupa ya?”
          “Oh iya. Gue pengen liat deh kayak apa anaknya.”
          “Kata yang udah pernah liat sih dia cantik. Ah ga tau deh gue!”
          Julian tersenyum geli dan berjalan mendahului Hendra menuju lantai dua. Menuju kelasnya yang sejuk. Akhir-akhir ini memang sedang digosipkan akan ada anak baru dari sekolah elit ke sekolahnya tercinta, SMA Pelita Kita. Dan gosipnya anak baru itu akan masuk ke kelas Julian yaitu kelas X-6. dan gosipnya yang terakhir anak baru itu sangat tajir dan sangat cantik.
          Sebuah mobil putih keluaran baru meluncur dengan mulus dan berhenti di depan gerbang SMA Pelita Kita. Seluruh murid yang ada di sekitar gerbang langsung terbelalak melihat mobil keren yang nyasar ke sekolah ini.
          Tiara, si murid baru yang ada di dalam mobil putih mengkilat itu bersiap keluar dari mobil Mamanya itu.
          “Ra, inget ya kamu di kelas X-6. Mama nggak bisa nganter sampe kelas kamu.” Mama memperingatkan.
          “Iya Ma.” Tiara mengangguk dan membuka pintu di sebelahnya itu.
          Begitu Tiara keluar dari mobil itu, seluruh murid yang ada disekitar sana langsung menghentikan aktifitasnya dengan mata yang terbelalak. Tiara risih dilihati begitu, dan baru disadarinya ia tak tahu dimana letak kelas barunya itu.
          “Aduh gimana nih?” gumam Tiara pelan.
          Lalu dilihatnya ada seorang anak cowok berkaca mata yang melewati dirinya.
          “Eh! Tunggu!” teriak Tiara.
          Joy, si anak berkaca mata itu berhenti dan menoleh. “Ap… Apa?” tanyanya gugup.
          “Tau gak kelas X-6?” tanya Tiara ragu.
          Joy mengangguk. “Itu kelas gue. Mau dianterin?”
          Tiara tersenyum dan mengangguk. Lalu diikutinya anak laki-laki itu berjalan.
          “Gue Tiara, lo? Gue anak baru disini…” Tiara memulai pembicaraan.
          “Gue Joy. Ohh lo si anak baru itu?”
          Tiara mengangguk. Akhirnya tak beberapa lama mereka sampai di kelas X-6. Riuh keberisikan dari kelas langsung terhenti begitu Tiara masuk ke kelas itu.
          “Thank’s Joy!” kata Tiara sambil tersenyum.
          Joy mengangguk dan berjalan menuju kursinya di pojok. Sedangkan Tiara celingak-celinguk mencari tempat duduk.
          “Hei? Lo si anak baru itu?” tanya seorang anak cewek yang menghampirinya.
          “Eh? Hmm… Iya.”
          “Gue Tari. Ketua kelas disini. Lo boleh pilih mau duduk dimana, tapi cuma ada dua bangku kosong. Di sebelah Julian,” Tari menunjuk seorang anak cowok yang duduk di kursi barisan tengah, “Sama di sebelah Joy.” Tari menunjuk Joy yang sedang duduk sambil melamun.
          “Hah? Siapa tadi itu namanya di barisan tengah?”
          “Julian.” Tari tersenyum.
          “Hmm… gue duduk di sebelah Joy aja deh. Thank’s ya Tari.” Tiara memberikan senyumnya lalu berjalan menuju meja Joy yang ada di pojok.
          “Hei Joy? Boleh gue duduk disini?” tanya Tiara.
          “Eh? Boleh kok.” Joy mengambil tasnya dari kursi kosong disebelahnya.
          Tiara duduk di situ dan membuka tasnya.
          “Kok lo milih duduk disebelah gue sih? Kan ada kursi kosong disebelah Julian si cowok populer ganteng itu? Kenapa lo milih disini?” tanya Joy sama sekali bukan bermaksud mengusir.
          “Gak apa-apa kok. Lagian juga gue kan udah kenal lo?”
          Joy tersenyum, “Lo gak jijik duduk di sebelah anak culun kayak gue? Lo kan cantik dan malah cocok duduk di sebelah Julian?”
          Tiara tertawa, “Gak ada yang beda di mata gue. Mau lo culun kek, gue juganggak perduli.”
          Julian memperhatikan anak baru di kelasnya itu. Cewek yang duduk di sebelah Joy si anak culun tak berguna di kelas ini. Julian seperti mengenal cewek itu sebelumnya. Tapi siapa?
          “Gile, beneran cakep tuh cewek. Gimana Jul? tertarik gak lo?” Hendra mengedipkan matanya.
          Julian tertawa dan menoyor kepala Hendra. “Sejak kapan ya gue punya sobat genit begini?” ejeknya.
          Hendra tertawa. Julian pun ikut tertawa walau dalam hati dan otaknya ia bingung. Sepertinya ia memang pernah mengenal cewek itu sebelumnya…

                                                          #

          Kemunculan Tiara di SMA Pelita Kita langsung disambut seluruh murid cowok baik dari kelas X, XI, maupun XII. Tiara jadi bahan incaran dan membuatnya langsung populer. Memang sekarang ia lebih dekat dengan anak populer di sekolah, tapi ia tak melupakan teman pertamanya, Joy. Malah hubungannya lebih dekat dengan Joy.
          Tapi Tiara tak dekat sama sekali dengan Julian. Sekalinya cowok itu mengajaknya berbicara, ia selalu menjawab dengan ketus. Kenapa? Karena Tiara benci Julian. Karena dulu Julian… Ah sudahlah!
          Hari ini, seluruh murid SMA Pelita Kita di pulangkan cepat. Yang seharunya pulang jam 2 siang, dipercepat jadi jam 9.
          “Joy, main ke rumah gue yuk!” ajak Tiara saat mereka berdua menyusuri lapangan utama.
          “Ke rumah lo? Ayo! Gue penasaran sama rumah lo.” Joy bersemangat.
          Tiara tertawa, “Oke, tunggu sampe sopir gue dateng ya!”
          “Sip.”
          Sayangnya, sopir Tiara telat selama 30 menit dan membuat Tiara serta Joy kepanasan menunggu di depan gerbang. Begitu mobil merah khusus milik Tiara – walau ia belum bisa mengendarai mobil – datang, Tiara langsung menerobos masuk.
          “Maaf non Tiara. Tadi macet parah nggak bergerak sama sekali.” ujar Pak Pri.
          Tiara mengangguk. Mau bagaimana lagi? Mana mungkin ia memarahi Pak Pri seenaknya karena sopirnya ini sudah mengabdi dari Tiarakecil. Lagipula, ini Jakarta. Tak ada hari tanpa macet. Jadi ya sudahlah.
          Perjalanan selama satu jam ini tak membosankan karena Tiara, Joy, dan Pak Pri bercanda-canda terus. Sampai akhirnya, mereka memasuki kawasan pondok indah.
          “Rumah lo di pondok indah?” tanya Joy terkejut.
          “Iya, kenapa?”
          “Wow…” hanya itu yang bisa diucapkan Joy sambil memandangi rumah-rumah besar yang berjejer.
          Tiara tersenyum geli. Joy selalu menghiburnya dengan tingkah lakunya yang aneh-aneh.
          “Nah, sampe…” kata Tiara saat mereka berhenti di rumah besar bercat hijau muda.
          Joy melongo melihat rumah itu sampai akhirnya mobil yang mereka naiki masuk ke garasi. Lagi-lagi, Joy melongo melihat tiga mobil yang berjejer disitu. Ada yang berwarna hitam, putih, dan krem. Ditambah mobil merah milik Tiara.
          “Joy? Ayo masuk!” Tiara menarik Joy menuju kedalam.
          Tiara membawa Joy ke kamarnya di lantai dua. Kamar Tiara terletak di pojok dan menghadap ke kolam renang. Joy menelan ludahnya, kamar Tiara tiga kali lebih luas dari kamarnya. Ada piano di kamarnya dan beberapa bingkai foto.
          “Sebentar ya, gue ambil minum dulu. Tunggu sini.” Tiara membuka pintu kamarnya.
          Joy melepaskan seluruh pandangannya ke penjuru kamar Tiara. Berbagai bingkai foto di meja sebelah piano mengambil perhatiannya. Diambilnya satu bingkai foto yang berisi foto dua orang anak perempuan memakai seragam putih biru. Yang satu cantik dan yang satu culun. Sejenak, terlintas di pikiran Joy kalau yang cantik itu adalah Tiara. Tapi tunggu, tidak mirip. Joy memperhatikan si culun dengan seksama sampai akhirnya ia kaget kalau itu yang Tiara!
          Joy mengambil satu bingkai foto lagi. Sebuah foto yang banyak anak cowok maupun ceweknya. Sepertinya foto kelas, karena terdapat juga tulisan IX-A. Joy melihat muka Tiara yang dihiasi kacamata yang lumayan besar dan rambutnya yang dikuncir tinggi. Dan di sebelah Tiara ada seorang anak cowok yang sangat dikenalinya. Itu Julian!
          “Kaget?” sebuah suara mengagetkan Joy.
          “Eh? Maaf Ra…” Joy menaruh bingkai foto itu ke tempatnya semula.
          “Nggak apa-apa.” Tiara malah mengambil foto itu dan memandangnya sambil tersenyum.
          “Ini gue.” Tiara menunjuk cewek culun di sebelah Julian. “Ini Julian.” Tiara menunjuk Julian.
          “Lo dulu satu SMP sama Julian?” tanya Joy.
          “Ya. Tapi gue benci dia.”
          “Kenapa?” alis Joy berkerut.
          “Dari kelas tujuh, gue selalu sekelas sama dia. Dia itu populer, sama kayak sekarang. Dan dia selalu ngebully anak culun. Apa aja dia lakuin supaya gue sengsara. Semakin gue sengsara, dia semakin seneng. Tapi dia gak pernah puas nyiksa gue.” Tiara menelan ludahnya, lalu mengambil foto yang satu lagi, fotonya dengan anak perempuan cantik itu.
          “Gue kira tadinya lo yang gak pake kacamata disana.” kata Joy.
          Tiara menggeleng sambil tersenyum. “Dia satu-satunya sahabat gue. Namanya Winda. Waktu kelas 9 dia pindah ke sekolah gue, dia cantik dan makanya dia langsung populer di sekolah. Tapi nggak tau kenapa gue jadi temenan sama dia. Tiap gue di bully dia yang belain gue.”
          Tiara meneguk minumannya. “Dulu dia selalu nyuruh gue rubah penampilan, tapi gue nggak mau. Sampai gue masuk SMA, gue mikirin omongan dia. Akhirnya gue ubah semua penampilan gue, gue gak mau di bully di SMA.”
          Joy mengangguk.
          “Lo tau kan? Gue itu sebenernya nggak bisa duduk di belakang karena gue gak pake kacamata. Gue nanya mulu kan sama lo tiap ada catetan di papan tulis?”
          Joy mengangguk lagi.
          “Waktu pertama kali masuk, gue kaget karena satu kelas lagi sama Julian. Sebenernya gue punya kacamata kok, tapi gue nggak mau pake karena gue nggak mau Julian inget gue dan ejekin gue lagi. Jadi lebih baik gue sengsara gini kan?”
          Joy tersenyum geli dan mengambil minumnya.
          “Oh iya! Gimana kalo lo ubah penampilan Joy?”
          Joy yang sedang minum langsung terbatuk-batuk, “Hah?! Maksud lo?!”
          “Ubah penampilan lo, jadi gak culun lagi! Oke?”
          “Haduh gimana ya?” Joy berpikir.
          “Ayolah… Ya? Ya?”
          “Ya udah deh…”
          Tiara mengajak Joy menuju lantai bawah, tepatnya ke kolam renang. Mereka duduk di pinggir kolam renang karena lebih sejuk disana. Masih dengan seragam sekolah, Tiara sibuk mengubah penampilan Joy.
          Setengah jam berlalu dan Joy benar-benar berubah. Berbeda. Kacamatanya yang besar sebelumnya diganti dengan kacamata biasa milik Tiara – berhubung sama ukuran min nya – dan yang tadinya kancing paling atas dikancingi, sekarang dilepas. Dasinya yang terlalu naik keatas dituruni dan gaya rambutnya pun berubah.
          “Wuah! Ganteng!!” puji Tiara.
          Joy melihat dirinya di cermin dan tersenyum geli. “Ah nggak sama aja.”
          “Ganteng! Foto ya? Ya?” pinta Tiara.
          Joy mengangguk dan akhirnya berjepret-jepret foto terlihat di smartphone milik Tiara.
          “Besok kayak gitu lagi ya? Gue tungguin depan gerbang! Oke?”
          “Eh tapi gue nggak pede Ra…”
          “Jangan kayak gitu! Yang pede dong! Oke?”
          Joy tersenyum dan mengangguk. “Sip lah. Thank’s Ra!”

                                                          #

          Kringgg… Kringgg…
          “Iya Jul?” jawab Hendra.
          “Lo dah dapet nomernya Tiara belom?!” tanya Julian di seberang sana.
          “Nanya itu mulu sih lo?”
          “Gue penasaran Ndra!”
          “Yang punya nomer dia kan cuma Joy. Gue udah minta-minta sama Joy, tapi dia gak mau ngasih.”
          “Yah elah…” terdengar Julian menghela napas.
          “Lo emang mau ngapain sih? Lo suka ya sama dia?”
          “Hehehe…”
          “Kalo mau nembak jangan lewat SMS, tembak langsung. Yang gentle dong!”
          Julian terdiam diujung sana. “Ya udah, udah ya. Bye!”

                                                                   #

          Perubahan Joy langsung disambut riuh oleh anak-anak di sekolah. Apalagi di kelas, Joy langsung dikerebuti anak-anak cewek.
          “Ini Joy?”
          “Ya ampun keren banget!”
          “Joy lo ganteng deh! Foto sama gue ya! Ya!”
          “Huaaa Joy ganteng!!”
          Begitulah ucapan anak-anak cewek yang menghampiri Joy. Tiara sengaja menjauh dari kerumunan dan berjalan menuju koridor di depan kelas. Tak beberapa lama ia berdiri disitu, tiba-tiba Julian menghampirinya.
          “Tiara?”
          Tiara menghela napasnya, “Apa Jul?”
          “Nanti siang gue mau ngomong sama lo. Sepulang sekolah.”
          “Kenapa gak sekarang?” alis Tiara berkerut.
          “Ahh nggak bisa! Di kantin ya!”
          “Ya udah iya!”
          Kringgg… Kringgg…
          Bel masuk berbunyi dan Tiara berjalan menuju kelasnya dan duduk di kursinya.
          “Joy, nanti lo pulang duluan aja.” kata Tiara sambil mengeluarkan bukunya.
          “Lho, kenapa?”
          “Gue ada perlu sama Julian.”
          “Hah? Ada apa tuh anak?”
          “Ah nggak tau gue.”
          Joy diam dan membetulkan letak kacamatanya. Bu Ida si guru Bahasa mencatat sebuah catatan di papan tulis tanpa bicara. Tiara menatap papan tulis dengan mata yang menyipit. Lama-lama ia kesal dan mengambil kotak kacamatanya dari tasnya.
          “Lho? Kok lo pake kacamata?” tanya Joy heran, padahal dulu Tiara bilang takkan memakai kacamata di depan Julian.
          “Ah biarinlah, gue pusing kayak gini terus.”
          Julian yang mendengar suara berisik dari belakang menoleh dan begitu terkejutnya begitu dilihatnya Tiara.
          Mata Tiara menangkap seseorang yang menatapnya, dan dilihatnya Julian sedang memandng dengan aneh. Ah biar saja lah, mau dia tahu siapa Tiara, Tiara tak perduli.
          Sepulang sekolah…
          “Lo mau ngomong apa? Buruan.” kata Tiara sambil melepaskan kacamatanya.
          “Eh hmmm… Haduh…” muka Julian berubah merah.
          “Apaan sih?! Buruan! Gue pulang nih!!”
          “Gue suka sama lo Ra! Lo mau gak jadi pacar gue?”
          Tiara terbelalak. “Hah?! Lo suka sama gue?! Lo gak tau gue siapa?!”
          “Siapa?”
          Tiara menguncir rambutnya tinggi-tinggi dan memakai kacamatanya. “Remember me?”
          Julian terdiam, benar berarti dugaannya selama ini. Dia adalah Tiara yang dulu sering ia bully. Senyum tipis menghiasi muka Julian. “Bener dugaan gue…”
          “Gue gak bisa nerima lo…”
          “Kenapa?” mimik muka Julian berubah menjadi protes.
          “Karena… Gue benci sama lo! Lo gak pernah tau perasaan gue setiap kali lo bully gue! Sakit tau gak?!” bentak Tiara dan dilepaskan kuncirannya.
          “Ra…”
          “Bodo. Gue pergi!”
          “Ra! Tunggu!”

                                                          #

          “Eh si culun lewat…” kata seseorang saat Tiara melewati segerombolan anak cowok kelasnya.
          Tiara hanya memandang cowok itu – Julian – dengan geram dari kacamatanya dan melanjutkan berjalan tanpa perduli lagi. Cowok itu, Julian adalah musuhnya.
          Dulu, saat pertama kali masuk sekolah dan sedang dalam Masa Orentasi Siswa, orang yang pertama kali Tiara kenal adalah Julian. Dan dulu Julian yang menghampirinya. Sampai Julian sudah terkenal, tiba-tiba ia meninggalkan Tiara dan selalu mengejeknya. Seperti tak pernah mengenal Tiara sebelumnya. Tapi sial, naik ke kelas 8 mereka satu kelas lagi, dan begitupun di kelas 9 seperti sekarang.
          Julian selalu membully Tiara. Dan sepertinya ia tak pernah puas. Tapi Tiara selalu diam, walau dalam hati ia membenci Julian.
          Tiba-tiba semuanya gelap dan terlihat kalau Tiara sedang berjalan menuruni tangga. Tiba-tiba datang Julian dengan temannya, Mario. Tiara pura-pura tak melihat dengan menunduk, saat Julian melewatinya, tiba-tiba ada yang mendorongnya dari belakang.
          “Ahh!!” teriak Tiara dan seketika semuanya gelap.
          Kringgg kringgg kringgg
          Sebuah bunyi nyaring membangunkan Tiara. Ternyata itu semua hanya mimpi, mimpi dari kenyataannya yang dulu. Saat ia didorong dari tangga oleh Julian dan akhirnya ia tak masuk selama seminggu karena kakinya yang entah kenapa dan membuatnya tak bisa berjalan. Baru disadarinya hapenya berbunyi terus-menerus daritadi dan diambil smartphone itu, satu telepon dari nomor yang tak dikenal.
          “Ya halo?”
          “Ini Tiara?” tanya seseorang diujung sana yang terdengar dari suaranya kalau ia cewek.
          “Iya, ini siapa ya?”
          “Ra? Ini gue! Winda!”
          “Hah? Winda? Lo dapet nomor gue darimana?”
          “Ada deh, eh besok lo bisa nginep gak?”
          “Nginep? Dimana? Sama siapa aja? Jangan bilang di tempat lo di Malaysia!”
          “Yah aduh ini anak. Nggak mungkin lah. Gue lagi di rumah gue di puncak. Gue ajak anak-anak kelas kita dulu buat nginep. Lo mau gak? Daripada lo sendirian mulu di rumah. Mumpung besok hari sabtu.”
          “Siapa aja yang pasti ikut? Kan gue gak pernah dianggap di IX-A…”
          “Genk nya Renata, terus Harry, Jo, Dinda, Chelsea, genknya Julian. Kata siapa? Mereka malah yang ngusulin ngajak lo!”
          “Hah? Gak salah tuh?”
          “Iya! Gimana mau ikut nggak?”
          “Ikut!”
          “Oke. Ketemuan di sekolah jam 8 ya.”

                                                          #

          Tiara mengikat tali sepatu kets birunya dan mengecek kembali barang-barangnya. Semua sudah lengkap. Tadi malam setelah mendapat izin dari kedua orang tuanya, ia bimbang. Apa ia harus pergi? Apa ia harus bertemu kembali dengan Julian? Ah sudahlah, yang penting ia akan bersenang-senang.
          Tiara sampai di gerbang sekolahnya tepat jam 8 pagi. Dilihatnya segerombolan anak-anak yang sangat dikenalinya. Julian, Winda, Jo, Hary, Renata, dan lain-lain. Tiara langsung menghampiri Winda dan begitu Winda melihat Tiara, ia langsung terkejut.
          “Kaget?” tanya Tiara sambil tersenyum menggoda.
          “Lo… Buset cakep banget!” kata Mario.
          “Gile, ini beneran Tiara sahabat gue?” tanya Winda sambil memperhatikan Tiara.
          “Lo pake susuk ya?!” tanya Egi serius.
          Anak-anak sangat ribut, kecuali satu orang. Julian. Tiba-tiba, Julian menghampiri kerumunan, “Heh udah berisik! Ini cewek gue tau!” Julian menjulurkan lidahnya kepada yang lain dan merangkul pundak Tiara.
          Muka Tiara langsung memerah. “Apaan sih lo Jul!”
          “Tau Julian! Inget dulu lo apain dia?” ledek Jo.
          “Lho kok kamu gitu sih, padahal di sekolah kita berduaan mulu juga…” goda Julian dan membuat muka Tiara tambah merah.
          “Uhh Juliann!! Sejak kapan gue pacaran sama lo! Kita di sekolah cuma temen biasa! Inget!!” teriak Tiara.
          “Hehh udah-udah, ayo berangkat!” lerai Winda.
          Saat Tiara dan Winda ingin masuk mobil, tiba-tiba Julian ikut masuk dan duduk di sebelah Tiara. Tiara ingin memprotes, tapi ditahannya semua bentakan dari mulutnya.
          Dua jam perjalanan terasa sangat lama bagi Tiara karena Julian. Julian selalu mengganggunya dan mengoceh panjang lebar. Tiara biasanya hanya mengangguk atau menggeleng tanpa memperhatikan. Apa sih maunya ini anak?
          “Ra, kok lo gak ngomong sih daritadi? Ngomong dong…” kata Julian memelas.
          “Gue kesel sama lo! Lo berisik banget sih daritadi! Diem kek gitu!”
          Julian langsung terdiam, sampai akhirnya mereka sampai di rumah Winda di puncak. Villa keluarga Winda ini memang jarang ditempati dan tempatnya sangat luas. Tapi tak ada aksen seram sama sekali dari situ.
          “Kalian pilih aja kamarnya. Gue kamarnya berdua sama Tiara.” kata Winda dan membuat yang lain berpencar.
          Winda mengajak Tiara ke satu kamar diujung lorong. Dan ternyata kamar itu bersebelahan dengan kamar yang dipilih Julian dan Mario dua sejoli yang nempel terus.
          “Eh cantik, kita sebelahan lagi…” goda Mario ke Tiara dan Winda.
          Winda tertawa geli, “Iya ganteng. Hahaha.”
          Kamar yang dipilih Winda ternyata memang kamar milik Winda di villa itu. Kamar yang bernuansa ungu putih ini sangat dingin walau AC-nya tidak dinyalakan. Yah, namanya juga sudah masuk kawasan puncak yang air dan hawanya dingin. Tapi beruntung, udara disini masih segar tak seperti di Jakarta.
          Tubuh Tiara menggigil dan ia merapatkan jaket putihnya yang tebal. “Huh dingin ya Win?”
          Winda melempar bantal dari tempat tidur kearah Tiara. “Iya lah. Namanya juga puncak? Eh Ra? Kok lo sekarang rubah penampilan sih?”
          Tiara tersenyum, “Gue gak mau di bully di SMA.”
          “Haha, ngikutin saran gue tuhh…”
          “Lo tau kan gue masuk SMA elit? Habis itu gue pindah ke SMA yang lumayan agak jauh dari pondok indah. Eh ternyata? Gue sekelas sama Julian!”
          Mata Winda melebar. “Jodoh kali lo berdua?”
          “Idih ogah gue jodoh sama dia!”
          “Hati-hati, bisa benci jadi cinta deh. Kayaknya Julian emang suka sama lo Ra? Hahahahahaha!”
          “Ihh apaan sih lo Win?!” Tiara melempar bantal ke muka Winda dan membuat Winda terbahak-bahak.
          “Tapi lo berdua cocok tau Ra!” kata Tiara sambil melanjutkan tawa terbahak-bahaknya.
          “Windaaa!!” Tiara memukuli Winda dengan bantal berkali-kali.

                                                          #

          Tiara berjalan keluar dari villa dan menuju ke teras. Dilihatnya beberapa temannya yang sedang bercanda-canda di taman di dekat kolam renang. Karena bosan, Tiara memilih untuk mengelilingi villa ini saja. Begitu sampai di bagian belakang villa,…
          “Wow…” Tiara takjub melihat taman bunga yang sangat indah.
          Baru sebentar Tiara terbengong-bengong, tiba-tiba matanya ditutup oleh seseorang dari belakang.
          “Eh siapa ini?!” kata Tiara setengah berteriak.
          Secara perlahan tangan itu terlepas dari mata Tiara. Dan begitu Tiara menoleh dilihatnya Julian yang sedang tersenyum.
          “Lo lagi. Ada apa sih?!”
          “Wihh juteknya… Gue cuma mau minta maaf mbak.”
          “Minta maaf buat apa?”
          “Maaf kalo dulu gue sering bullying lo, ledekin lo. Padahal dulu lo temen pertama gue waktu MOS. Maaf gue pernah bikin lo jatoh dari tangga. Bikin lo malu di depan warga sekolah…”
          Tiara menatap Julian begitu lama. Cowok ini… Entah kenapa ada perasaan aneh di dadanya saat menatap cowok ini. Cowok aneh ini, yang dulu suka nge-bully dirinya.
          “Ra? Perlu lo tau kalo gue cinta sama lo…”
          Omongannya barusan cukup membuat Tiara terkejut setengah mati. “Kenapa? Kenapa lo suka sama gue?”
          “Nggak tau. Hehehe. Lo mau nggak jadi pacar gue?”
          Tiara tersenyum dan menatap Julian sekali lagi, “Liat aja nanti,” ledeknya sambil berjalan pergi dari tempat itu.
          Julian menatap Tiara sambil berkedip. Lalu tak beberapa lama ia tersenyum. Mungkinkah ada kesempatan?
          “Ra! Tunggu dong!” julian mengikuti Tiara.
          Diam-diam, Tiara tersenyum. Cowok ini…

No comments:

Post a Comment